Ekonomi Inggris secara tak terduga menyusut sebesar 0,1% di bulan Mei, meleset dari perkiraan analis yang memperkirakan ekspansi 0,1%. Meski laju GDP tiga bulan naik sebesar 0,5%, kinerja buruk di bulan April dan Mei membuat fokus kini tertuju ke bulan Juni, apakah cukup kuat untuk menopang pertumbuhan kuartal kedua (Q2).
Bayang-Bayang Tarif Hambat Pertumbuhan
Mulai berinvestasi sekarang atau coba demo
Buat Akun DOWNLOAD APLIKASI SELULER DOWNLOAD APLIKASI SELULERFaktor utama pelemahan pada bulan Mei berasal dari sektor produksi. Aktivitas industri tidak sekuat yang diharapkan dan menyumbang kontraksi sebesar 0,9% terhadap GDP. Penurunan ini menunjukkan masih adanya “tariff overhang” meski kesepakatan dagang Inggris-AS diumumkan pada bulan Mei.
Mungkin terlalu optimis berharap pabrik-pabrik Inggris bisa langsung pulih. Kita perlu menunggu data bulan Juni untuk melihat apakah manfaat dari kesepakatan dagang mulai terasa.
Sektor-sektor utama yang mengalami pelemahan adalah minyak dan gas, manufaktur mobil, dan farmasi. Meski ekstraksi minyak dan gas tidak terlalu terdampak tarif, ekspor mobil terkena tarif 25% pada saat itu—yang kini turun menjadi 10% dengan kuota tahunan bebas tarif. Sementara itu, sektor farmasi masih menanti kepastian tarif, walaupun ada janji perlakuan preferensial dari pihak AS.
Sektor Konstruksi Ikut Melemah
Konstruksi juga menyumbang pelemahan dengan penurunan 0,6% di bulan Mei. Kondisi cuaca ekstrem di bulan Juni dan Juli bisa berdampak pada aktivitas konstruksi ke depan, mengingat sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan cuaca ekstrem.
Poundsterling Terus Melemah
Setelah rilis data ini, GBP/USD turun di bawah $1.3550. Meski Dolar AS menguat secara luas, Pound tetap menjadi salah satu mata uang dengan performa terburuk minggu ini, hanya kalah dari satu mata uang G10 lainnya. Ketidakstabilan pasar obligasi minggu lalu turut menambah tekanan pada Sterling.
Retorika Tarif Trump Membebani Sentimen Risiko
Dolar AS menguat setelah Presiden Trump memperingatkan Kanada soal potensi tarif 35% dan mengancam menaikkan tarif untuk negara-negara tanpa kesepakatan dagang hingga 15–20%. Uni Eropa belum mengumumkan tarif yang disepakati, namun bisa jadi berada dalam rentang tersebut.
FTSE 100 diperkirakan dibuka melemah tipis setelah menyentuh rekor tertinggi. Pasar saham Inggris mungkin tidak terlalu terguncang oleh data GDP ini karena cenderung melihat ke depan. Namun, sentimen “risk-off” bisa mendominasi seiring meningkatnya risiko tarif dalam jangka pendek.
GDP Lemah, Tekanan Meningkat untuk Menteri Keuangan Inggris
Dua bulan berturut-turut pertumbuhan negatif memberi tekanan tambahan pada pemerintah Inggris dan pasar obligasi. Imbal hasil obligasi pemerintah (gilts) naik di bagian panjang kurva, sementara bagian pendek mungkin turun jika ekspektasi pemotongan suku bunga Bank of England (BOE) meningkat.
Saat ini pasar memprediksi dua kali pemotongan suku bunga hingga akhir tahun, dengan satu pemotongan di bulan Agustus dan peluang 65% untuk pemotongan di bulan November. Data GDP terbaru ini bisa meningkatkan kemungkinan pemotongan tambahan di bulan September, yang bisa makin menekan Pound.
Jika tren negatif ini berlanjut, Office for Budget Responsibility (OBR) kemungkinan akan menurunkan proyeksi pertumbuhan dalam Anggaran Musim Gugur. Hal ini akan menjadi tantangan bagi Kanselir Rachel Reeves, yang ingin tetap patuh pada aturan fiskal tanpa menaikkan tiga pajak utama. Sayangnya, strategi “tumbuh untuk keluar dari utang” belum berjalan sesuai harapan di bawah pemerintahan Partai Buruh.