Baca selengkapnya
22.34 · 22 Oktober 2025

Saham yang Menakutkan Investor Jelang Halloween: Losers 2025

Inti pembahasan
Inti pembahasan
  • Pasar AS tampak kuat di permukaan, namun kesenjangan melebar: sebagian saham terbang >100%, lainnya anjlok >50%.
  • Konsumen AS lelah inflasi: Deckers Outdoor dan Lululemon jadi korban besar sepanjang 2025.
  • AI menciptakan pemenang baru (semikonduktor, pertahanan) sekaligus menekan model bisnis lama (EPAM, Salesforce, Gartner, FactSet).
  • Eropa campuran: Rheinmetall, Rolls-Royce, Orlen kuat; Denmark terpukul (Novo Nordisk, Pandora, Orsted, Coloplast).
  • China: Alibaba bangkit lewat AI & subsidi, menekan JD.com/Meituan di tengah perang harga.
  • Jepang: yen lemah dorong ekspor, namun otomotif (Hino, Nissan, Mitsubishi) dan Kikkoman tertinggal.

Meskipun beberapa raksasa seperti Rheinmetall dan Nvidia terus memukau investor, sebagian lain menghadapi mimpi buruk pasar saham. Kami menelusuri saham-saham yang menjadi kekecewaan finansial tahun ini — dan emiten yang benar-benar “menakutkan” investor di Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok, dan Jepang sepanjang 2025.


S&P 500 Bertenaga AI: Siapa Pemenang dan Siapa Tertinggal?

 Indeks andalan AS, S&P 500, sudah naik hampir 15% tahun ini. Sekilas, pasar banteng terlihat solid. Namun, jika dicermati, gambarnya jauh lebih terbelah — sebagian saham melejit lebih dari 100%, sementara yang lain kehilangan separuh nilainya.

Pemenang terbesar tahun ini terkonsentrasi pada:

  • Semikonduktor dan pemasok memori,

  • Teknologi pertahanan dan infrastruktur AI.

Sebaliknya, penurunan tajam terlihat pada ritel dan konsultansi, di mana biaya tinggi, tarif, dan pelemahan permintaan konsumen memberi pukulan terberat.


Konsumen Lelah Inflasi

Beberapa korban paling mencolok di AS adalah Deckers Outdoor dan Lululemon, yang sahamnya turun lebih dari 50% sejak awal tahun.

Mengapa? Meski sebagian kecil masyarakat AS makin makmur, konsumen rata-rata lelah oleh harga tinggi dan pendapatan riil yang menyusut. Akibatnya, konsumsi melandai dan investor beralih dari merek-merek yang bertumpu pada belanja ritel massal.

Tekanan kian besar karena risiko tarif bagi perusahaan yang mengimpor dari luar AS. Bahkan nama ikonik yang dulu berjaya berkat aksesibilitas massal kini mulai kehilangan keunggulan.


Kecerdasan Buatan – Berkah bagi Sebagian, Petaka bagi yang Lain

AI menjadi mesin pertumbuhan baru Wall Street — tetapi tak semua perusahaan mampu memanfaatkannya. Di antara kekecewaan adalah EPAM Systems dan Salesforce, yang gagal memenuhi ekspektasi dan tampak pucat dibanding kompetitor yang menikmati lonjakan investasi di infrastruktur AI.

Pasar memasuki fase “Winner Takes It All” — pemimpin mendominasi, yang tertinggal makin pudar.


Industri Data di Bawah Tekanan AI

Perhatian khusus tertuju pada Gartner Research dan FactSet Research Systems, karena investor kian mempertanyakan apakah AI generatif bisa menggerus model bisnis mereka.

Sistem AI yang lebih maju sudah mengurangi kebutuhan layanan analitik tradisional ber-margin tinggi. Pekerjaan yang dulu butuh tim spesialis kini dapat dilakukan algoritma — lebih cepat dan murah.

Akibatnya:

  • Layanan berbiaya premium menjadi mudah tergantikan,

  • Hambatan masuk menyusut cepat,

  • Tekanan kompetitif meningkat dari bulan ke bulan.
     

AI tidak hanya membawa pertumbuhan, tetapi juga berpotensi meruntuhkan ratusan model bisnis lama. Satu hal pasti — Wall Street berubah-ubah. Pecundang hari ini bisa saja mengejutkan pasar esok hari lewat strategi baru, efisiensi lebih tajam, dan balik ke profitabilitas.


Eropa Bak Wahana Rollercoaster: Siapa yang Menang dan Siapa Terjungkal?

Dibanding Wall Street, Eropa pada 2025 ibarat rollercoaster sungguhan. Saat AS menikmati pertumbuhan stabil, Benua Lama terbelah antara pemenang spektakuler dan pecundang yang menyakitkan.

Di kubu pemenang:

  • Rheinmetall –  raksasa pertahanan Jerman,

  • Rolls-Royce – simbol keunggulan rekayasa Inggris,

  • Orlen – raksasa energi Polandia yang mengejutkan banyak pihak sebagai top performer Eropa.

Namun, banyak pula yang tertinggal. Di antaranya: SIG Group, produsen kemasan asal Swiss. Dengan latar seperti ini, bahkan automaker Jerman yang “memar” tampak seperti pemenang relatif.


Denmark di Bawah Tekanan: Dari Euforia ke Kekecewaan

Kejutan terbesar tahun ini datang dari Kopenhagen. Belum lama, perusahaan Denmark jadi primadona pasar Eropa — kini termasuk yang terburuk.

  1. Novo Nordisk –  Dari Puncak ke Turbulensi
    Pemimpin obat GLP-1 ini sahamnya anjlok 40%, seiring kekhawatiran:

    • perang harga di pasar obesitas dan diabetes AS, dan

    • tarif baru yang mengancam daya saingnya.

Sebuah pembalikan dramatis bagi bintang paling terang Eropa.

  1. Pandora – Kilau Perhiasan Memudar
    Produsen perhiasan ternama dunia menghadapi lonjakan biaya produksi karena harga logam mulia yang naik. Saham turun lebih dari 35%.

  2. Orsted – Angin Berbalik Arah
    Jawara energi terbarukan Denmark mencatat penurunan serupa. Terpaksa mundur dari proyek angin lepas pantai mahal di Pantai Timur AS, Orsted berhadapan dengan headwind global — kembalinya bahan bakar fosil. Dengan prioritas baru terhadap batu bara dan nuklir di AS, sentimen sektor angin memburuk. Eropa bisa menyusul.

  3. Coloplast – Presisi Bedah, Laba Menyusut
    Saham produsen perangkat medis ini turun lebih dari 25%. Dari 36 saham Eropa dengan kinerja terlemah, empat di antaranya berasal dari Denmark — nasib hampir historis untuk ekonomi sekecil itu.
     


Nama-Nama Besar, Masalah Besar

 Bukan hanya Skandinavia yang kesulitan. Di seluruh Eropa, sejumlah nama besar mengecewakan investor:

  • WPP – raksasa periklanan Inggris, turun 55% tahun ini akibat lemahnya permintaan dan biaya naik.
  • Puma – tertinggal dari Adidas dan menjalani tahun yang kembali mengecewakan.

Ketegangan dagang dan tarif memperdalam tantangan — kesabaran investor menipis.


Eropa di Persimpangan

Tahun 2025 membuktikan satu hal: pasar Eropa alergi stagnasi. Perusahaan pertahanan dan energi tumbuh di tengah ketidakpastian geopolitik, sementara luks, fesyen, dan pemasaran bergulat dengan biaya naik, tarif, dan margin menurun.

Bahkan emiten paling stabil bisa tergelincir dalam semalam. Di rollercoaster Eropa — seperti halnya pasar — hanya yang seimbang yang bertahan.


JD.com Kalah oleh Alibaba

 Meski risiko perang dagang dengan AS berlanjut, Indeks Hang Seng China tampil spektakuler, naik lebih dari 31% per 22 Oktober — salah satu performa terbaik di Asia.

Pendorongnya:

  • Neraca korporasi yang kuat,

  • Gelombang inovasi teknologi,

  • Pasar modal domestik yang makin matang dan fokus pada nilai pemegang saham.
     

Namun tak semua menikmati. Bagi JD.com dan Meituan, 2025 adalah tahun yang suram — saham turun masing-masing 36% dan 4%. Alasannya? Alibaba kembali — dan kembali agresif.


Alibaba Kembali Menguasai

Usai beberapa tahun yang lebih tenang, Alibaba kembali ofensif, berinvestasi besar di AI dan layanan baru untuk merebut kembali pengguna yang hilang ke JD.com dan Meituan.

Dalam beberapa bulan terakhir, Alibaba:

  • Menambahkan fitur AI di aplikasi Amap (versi “Google Maps” China),

  • Meluncurkan sistem rekomendasi restoran & hotel baru,

  • Menggelar program diskon dan subsidi bagi pengguna.

Hasilnya? Lebih dari 40 juta pengguna bergabung hanya dalam sehari — pukulan telak bagi dominasi layanan lokal Meituan. Vonis pasar jelas: Alibaba merebut kembali kepemimpinan, sementara pesaing kehilangan momentum.


Perang Harga yang Menggerus Margin

Saat Alibaba tancap gas, JD.com dan Meituan terjebak perang harga mahal — kupon tanpa akhir, gratis ongkir, dan promosi untuk mempertahankan pengguna.

Pendapatan mungkin naik, tetapi margin menyusut.

  • Meituan menaikkan belanja untuk mempertahankan basis pengiriman & layanan lokal.

  • JD.com terpukul biaya logistik dan pemasaran.

Laporan kuartalan mereka menceritakan kisahnya:

  • Penjualan meningkat,
  • Laba menurun,
  • Efisiensi operasional melemah.

Sementara itu, pasar tidak lagi percaya bahwa JD.com dapat mengejar ketertinggalannya dari Alibaba dalam bidang kecerdasan buatan (AI) — sesuatu yang dulu tampak mungkin.


Mengapa Alibaba Menang

Kuncinya adalah skala dan diversifikasi. Alibaba memiliki neraca kuat, kas besar, dan banyak mesin pendapatan: Tmall, Taobao, AliCloud, Lazada, Amap, dan lainnya. Ini memungkinkan subsidi silang untuk inisiatif baru meski merugi jangka pendek. Sebaliknya, JD.com dan Meituan lebih satu-dimensi, kurang luwes. Terlebih lagi, Alibaba dipandang sebagai salah satu pemimpin AI di Tiongkok.


Pasar Menghadiahi Ofensif, Bukan Defensif

Dalam ekonomi China yang bergerak cepat, momentum dan narasi itu penting. Investor mendukung perusahaan yang memimpin, bukan sekadar bereaksi.

Setelah restrukturisasi dan membangun kembali citra, Alibaba kembali dilihat sebagai pemimpin visioner. JD.com dan Meituan tampak kian defensif — fokus bertahan, bukan berinovasi. Pasar keuangan selalu menghargai keberanian dan modal. Di era AI, hanya yang memiliki keduanya yang bertahan.


Bayang-Bayang Reli China

 Di balik performa pasar yang impresif, sektor e-commerce China menyimpan masalah:

  • Belanja konsumen pascapandemi yang lemah,
  • Rumah tangga berhati-hati,
  • Regulasi pemerintah terhadap big tech yang lebih ketat.

Dalam kondisi ini, investor mencari keunggulan strategis yang jelas. Alibaba membalik narasi untuk memenangkan sentimen — JD.com dan Meituan belum. Pasar China memasuki fase pertumbuhan yang lebih selektif, di mana hanya perusahaan inovatif dan kuat secara finansial yang dilirik.

Energi dan agresivitas strategis Alibaba menempatkannya di panggung utama. Namun jika reli berlanjut, sulit membayangkan JD.com dan Meituan terus tersisih. Cerita mereka belum berakhir — dan di China, yang tertekan pun bisa bangkit.


Jepang: Otomotif dan Raksasa Bumbu dalam Tekanan

Indeks Nikkei 225 Jepang mencatat tahun yang kuat — naik lebih dari 25% antara 1 Januari dan 22 Oktober. Reli didorong yen yang lemah (menguntungkan eksportir) dan optimisme atas stimulus fiskal yang diusung Perdana Menteri baru, Sanae Takaichi.

Namun bahkan dalam lingkungan yang mendukung, tak semua emiten mampu menunggangi reli. Beberapa jelas tertinggal.


Industri Otomotif Tertekan

Kelemahan paling nyata terjadi di Hino Motors, anak usaha Toyota di truk. Menghadapi persaingan ketat dari Tiongkok dan siklus yang menantang, Hino berencana merger dengan Mitsubishi Motors — terhubung ke Daimler Truck Jerman — demi bertahan.

Pada 2026, Hino akan mengirim kendaraan di bawah merek baru, Archion, tetapi untuk saat ini investor belum terkesan.

Yen lemah belum cukup mengimbangi risiko tarif yang menekan industri otomotif Jepang:

  • Nissan dan Mitsubishi masing-masing turun lebih dari 20%,
     
  • Sementara Toyota naik 3% tahun ini dan 20% year-over-year.

Sinyal jelas: bahkan raksasa global pun tak kebal dari proteksionisme dan biaya yang meningkat.


Kikkoman: Saat Saus Kedelai Kehilangan Selera Investor

Di luar otomotif, Kikkoman — pemimpin global saus kedelai dan bumbu Asia — juga tertekan. Saham turun 25% tahun ini seiring meningkatnya kekhawatiran pertumbuhan.

Penyebab penurunan:

  • Ekspansi melambat — kekhawatiran puncak pertumbuhan di Amerika Utara dan Eropa,
     
  • Tekanan biaya — pabrik baru di AS menambah biaya tetap, menekan profitabilitas,
     
  • Permintaan grosir melemah — jaringan restoran Asia sangat sensitif terhadap perlambatan ekonomi.

Kikkoman tetap merek kuat, namun pasar kini mem-pricing perlambatan laba dan efisiensi modal yang menurun dalam beberapa tahun ke depan.


Kewaspadaan Investor Meningkat

Pertumbuhan laba Kikkoman bisa melambat ke ~1% per tahun pada 2027 (dari ekspektasi 3%). Return on equity diproyeksikan turun dari 12% ke sekitar 11%, dan rating negatif dari JP Morgan pada Mei kian menekan sentimen.
Dengan valuasi 20x laba, saham Kikkoman masih jauh dari kata murah — menjelaskan kehati-hatian investor. Jadi, meski Nikkei tampil impresif, pasar Jepang makin selektif. Eksportir diuntungkan yen lemah, tetapi automaker dan produsen pangan memasuki fase pertumbuhan lebih lambat dan margin yang menipis.

5 Desember 2025, 22.30

Netflix Akuisisi Warner Bros: Dampaknya bagi Streaming & Pasar

5 Desember 2025, 22.11

US Open: Indeks AS Menguat Setelah Data PCE, Saham Semikonduktor Naik 🗽

5 Desember 2025, 01.19

Dollar General: Lonjakan Dua Digit Setelah Laporan Keuangan Kuat

4 Desember 2025, 23.51

Meta Kembali Jadi Sorotan: Pemangkasan Metaverse, Tekanan AI, dan Risiko Denda UE

Bergabunglah dengan lebih dari 2.000.000 investor XTB dari seluruh dunia

Instrumen keuangan yang kami tawarkan, khususnya derivatif, berisiko tinggi. Saham Fraksional (FS) merupakan hak fidusia yang diperoleh dari XTB atas bagian saham fraksional dan ETF. FS bukanlah instrumen keuangan yang terpisah. Hak korporasi yang terbatas dikaitkan dengan FS.
Instrumen keuangan yang kami tawarkan, khususnya derivatif, berisiko tinggi. Saham Fraksional (FS) merupakan hak fidusia yang diperoleh dari XTB atas bagian saham fraksional dan ETF. FS bukanlah instrumen keuangan yang terpisah. Hak korporasi yang terbatas dikaitkan dengan FS.